Rabu, 25 Januari 2017

[REVIEW] DUBLIN - Yuli Pritania

Diposting oleh My Booklicious di 23.31


Judul: Dublin
Penulis: Yuli Pritania
Editor: Cicilia Prima
Desain Kover: Teguh
Desain Isi: Putri Widia Novita
Penerbit: Grasindo
Tahun Terbit: Agustus 2016

Tebal Buku: 226 halaman
ISBN: 978-602-375-652-0

BLURB

 
Mia salah akan satu hal: Dublin tidak seindah yang dia bayangkan.

Dia berharap melihat pegunungan, padang rumput, tebing, kastel, dan jalanan yang dipagari dinding batu seperti yang muncul dalam film-film favoritnya. Yang dia dapatkan adalah gedung-gedung tua berwarna seragam dengan tampilan membosankan, pusat kota yang penuh turis, dan suhu musim semi yang membuat beku.

Lalu dia bertemu Ragga, lelaki dari masa lalunya, yang menunjukkan pada Mia sisi lain dari Dublin, menguak harta karun yang tersembunyi di balik bangunan-bangunannya yang tidak menarik. Dari Sungai Liffey, mereka menjelajahi museum-museum, berbagi sejarah tentang puluhan patung, mengunjungi taman-taman dengan rumpun bunga yang belum mekar, bergabung dengan keriuhan Temple Bar, melewati ratusan pub yang tersebar di seluruh bagian kota, mendaki salah satu tebing Inishmore di Aran Islands demi mengabadikan matahari terbit, hingga menyaksikan matahari tenggelam di Phoenix Park.

Saat kunjungannya menuju akhir, Mia merasa dirinya enggan kembali ke Indonesia. Ke rutinitasnya, skenario filmnya yang tak kunjung usai, dan tunangan yang menunggunya pulang. Sampai dia teringat, bahwa sedari awal, Ragga tidak pernah menjadi pilihan yang dia rencanakan untuk masa depan.

"Dublin membuat saya jatuh cinta pada film dan novel roman, pada kesendirian yang nyaman, pada lelaki blasteran yang menjanjikan bahagia, dan pada perpisahan yang belum usai sepenuhnya."—Adeliany Azfar

***

Cinta Wilhemia Baratha alias Mia adalah seorang introver yang berprofesi sebagai penulis skenario film. Sifat introver Mia ini membuat Ivan Baratha, ayahnya, meminta Mia untuk melakukan satu hal baru di setiap hari ulang tahunnya. Meski sang ayah telah tiada, Mia masih tetap melakukan itu untuk menepati janjinya. Namun, menjelang ulang tahunnya yang ke-23, Mia masih bingung memikirkan hal baru apa yang akan ia lakukan untuk memenuhi janji pada mendiang sang ayah tersebut.

Di saat yang bersamaan, Mia juga sedang memikirkan ide cerita untuk skenario filmnya. Meskipun Mia merupakan sosok yang sangat teratur dan penuh rencana, namun kali ini ia belum mengembangkan ceritanya, padahal deadline sudah di depan mata. Ketika sang adik, Alana, menanyakan ide ceritanya, Mia menjawab apa adanya tentang rencana menggunakan setting luar negeri. Hal itu membuat Alana menyarankan agar Mia pergi langsung ke tempat yang akan menjadi latar ceritanya. Mia awalnya menolak. Namun, Alana berhasil membujuknya dengan alasan yang dapat diterima, yaitu meninjau tempat sekaligus melakukan hal yang belum pernah dilakukannya: berpetualang seorang diri ke negeri asing.

Akhirnya Mia mengambil keputusan itu. Pergi ke Dublin, Irlandia, seorang diri, meski Mia harus meyakinkan Aditya, tunangannya, terlebih dahulu. Saat sebelum berpisah di bandara, Alana membisikkan satu hal padanya: di Irlandia ada Ragga, seseorang dari masa lalunya.

Kemudian takdir mempertemukan Mia dan Ragga seperti mempertemukan matahari dengan pagi: suatu ketetapan. Hotel milik Ragga menjadi tempat menginap Mia selama di Dublin. Bahkan Ragga pula yang menemani Mia berkeliling, mengunjungi berbagai tempat sambil menjelaskan segala yang diketahuinya tentang tempat tersebut. Tentu saja itu sangat membantu riset Mia untuk skenario filmnya. Namun ada yang berbahaya dari kebersamaan mereka. Kehadiran Ragga membuat Mia nyaman sekaligus takut. Takut tak ingin kembali: ke tanah air, kepada rutinitasnya, dan kepada tunangannya.

Saat akhirnya waktu memaksa Mia untuk pulang, saat itu pula Mia dan Ragga harus berpisah untuk kedua kalinya. Apa yang terjadi selanjutnya? Apakah Ragga akan menyusul Mia ke Indonesia? Atau mungkin sebaliknya, Mia kembali ke Dublin? Atau mereka menerima perpisahan itu apa adanya seperti saat perpisahan pertama?
 

***
 
"It just felt right. The intertwinning of our fingers. The warmth."
"Love, sometimes, can be that simple." (hal. 224)

Dublin adalah novel Yuli Pritania yang tergabung dalam seri Love in the City bersama lima buku lain, yaitu San Fransisco (Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie), Istanbul (Retni SB), Bristol (Vinca Callista), Frankfurt (Ninna Rosmina), dan Roma (Pia Devina). Novel ini bercerita tentang kisah masa lalu yang belum selesai, tentang bagaimana pertemuan kembali dengan seseorang dari masa lalu dapat begitu berpengaruh pada kehidupan masa sekarang, bahkan masa yang akan datang. Meski terkesan umum dan biasa saja, namun Dublin memiliki sisi khusus dari segi psikologis yang menjadikannya berbeda.

Bagian yang paling menonjol dan membuatnya terasa unik adalah karakter kedua tokoh utamanya, Mia dan Ragga. Mia diceritakan sebagai seseorang yang introver, dan Ragga tak berbeda jauh dengannya. Mereka banyak kesamaan. Pada satu waktu bisa bertukar cerita tentang buku-buku atau film-film, atau tentang hal-hal lain yang menurut mereka menarik. Namun pada waktu yang lain, mereka tak butuh bicara untuk mengetahui keinginan masing-masing. Dalam hal ini, Yuli membawakannya dengan rapi dan mengalir. Aku merasa terhanyut dalam setiap keping kisahnya.

Tokoh Mia, misalnya, digambarkan sebagai sosok yang selalu rapi dan penuh rencana. Mungkin kita akan menganggap itu hal biasa. Toh banyak orang yang seperti itu: hidup berpatok pada agenda. Tapi itu bukan hanya tentang kebiasaan. Keadaan psikis Mia yang membuatnya berlaku demikian. Keadaan itu pula yang membuatnya menerima lamaran Aditya, meski ia tahu hatinya masih milik Ragga. Sedangkan Ragga sendiri adalah sosok yang tidak menuntut. Pribadi yang tahu batasnya, tahu kapan harus berjuang dan kapan waktunya melepaskan. Kuatnya penggambaran karakter tokoh tersebut tidak hanya berlaku pada Mia dan Ragga, tetapi juga tokoh-tokoh lain termasuk Alana dan Aditya. **Dan jika ditanya tokoh favorit, tentu saja jawabanku adalah Ragga.**

Mengenai alurnya, Dublin bercerita dengan alur maju, hanya terdapat beberapa kilas balik singkat dan kilas balik satu bab penuh tentang masa lalu Mia dan Ragga. Setiap bab diberi judul dengan menggunakan bahasa Irlandia dan diberi terjemahan pada bagian catatan kaki. Secara garis besar, Dublin bercerita menggunakan sudut pandang orang ketiga, namun terdapat beberapa bagian yang menggunakan sudut pandang orang pertama, baik Mia maupun Ragga. Pergantian sudut pandang pencerita ini dicantumkan setelah judul bab, sehingga pembaca tidak akan merasa kebingungan. Selain itu, membaca Dublin, aku seperti melakukan tour di kota tersebut, karena tempat-tempat yang dikunjungi Mia dan Ragga dijelaskan dengan rinci, baik lewat narasi maupun dialog.

Secara keseluruhan, novel ini begitu membekas di ingatan, sampai membacanya saja sayang untuk diselesaikan. Ide cerita, konflik, karakter, dan setting-nya terasa menyenangkan, menenangkan, sekaligus menegangkan. Aku tidak hanya menemukan kisah perpisahan di masa lalu yang belum usai, tetapi juga mendapat pemahaman baru tentang cara berpikir orang-orang tertutup, orang-orang yang mencintai kesendirian yang nyaman, orang-orang yang berpikir sederhana bahwa mereka akan memberi sebanyak mereka ingin menerima.

"Orang-orang yang mencintai dirinya terlebih dahulu adalah orang yang tahu gimana cara mencintai orang lain dengan benar. Mereka tahu gimana mereka ingin diperlakukan oleh orang lain, jadi mereka tahu cara memperlakukan orang lain. Saya rasa orang-orang seperti itulah yang layak dicintai. Mereka memberi sebanyak mereka menerima. Nggak lebih, nggak kurang." (hal. 203-204)


1 komentar:

Admin mengatakan... Balas

Cerita yang seru, novel ini becerita tentang cinta yang bersemi kembali. Silahkan yang penasaran dengan novel ini. Download di SINI

Posting Komentar

 

My Booklicious Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea